Jumat, 30 Juli 2010

Sejarah semangat wanita Indonesia

Wanita hebat,

Pada tahun 1902, RA Kartini menulis surat-surat yang berisi curahan hatinya kepada para sahabatnya di Eropa, terutama Belanda. Ia mengeluhkan nasib perempuan di negerinya yang jauh dari sentuhan peradaban. Surat-surat yang pada tahun 1911 dibukukan di Belanda dengan judul Door Duisternis tot licht (Dari Gelap Menuju Cahaya) itu, dipakai oleh kaum perempuan sekarang sebagai bukti otentik tentang kegigihan Kartini dalam “menceritakan nasib kaumnya yang terbelakang” dan “mencoba nenberikan solusi dengan cara membuka sekolah terbuka”. Kartini pun diganjar gelar Pahlawan Nasional. Sebagai putri sejati dan putri Indonesia-meski yang mengharumkannya adalah kaum lelaki (melalui lagu “Ibu Kita Kartini” oeh WR Supratman dan buku Habis Gelap Terbitlah Terang adalah susunan Armijn Pane).
jangan beralih dulu... bacalah lanjutannya


Buku Door Duisternis tot licht yang telah diterjemahkan kedalam bahasa Inggris, Perancis, Arab, dan Rusia, akhirnya menjadi pembenar bahwa nasib perempuan di Indonesia memang persis seperti yang digambarkan oleh Katini. Padahal, Kartini hanyalah sedang menceritakan nasib perempuan di lingkungan tempat tinggalnya, disekitar istana kaum priyayi yang megah di Mayong, Jepara, Jawa Tengah, tempat ayahnya, Raden Ario Sosroningrat menjabat sebagai bupati Jepara.

Ini adalah sisi lain dari Pulau Jawa, dan mari kita lihat sisi lain dari Pulau Sumatera.


sisi lain dari Aceh

Dalam buku Vrouwelijke Admiral Malahayati penulis Belanda Marie van Zuchtelen menyebutkan bahwa armada pimpinan Malahayati terdiri dari 60.000 marinir dan lima ratus buah kapal. Malahayti kehilangan dua ribu prajurit perempuan dn inong balee (para janda) dalam pertempuran melawan Portugis pada 1586, saat Aceh dipimpin Sultan Riayat Syah IV. Yang membuat Zuchtelen kian kagum adalah bahwa Malahayati juga seorang diplomat yang pernah berhadapan dengan utusan ratu Inggris, Sir James Lancester, dalam sebuah lawatan diplomasi ke Aceh pada 16 juni 1606.

Korps tentara wanita di Aceh sudah ada sejak dahulu. Mereka ada yang langsung terjun ke medan perang, ada juga yang bertugas di Istana. Resimen pengawal istana tersebut bernama Suke Kawai Istana. Selain itu ada juga yang disebut Si Pai Inong, yakni korps prajurit wanita. Korps ini dibentuk pada kesultanan Sultan Muda Ali Riayat Syah V (1604-1607). Si Pai Inong dipimpin oleh dua laksamana perempuan, yaitu Laksamana Meurah Ganti dan Laksamana Muda Tjut Meurah Inseuen.
Fakta ini dengan gamblang menjelaskan bahwa dunia perempuan yang ditulis oleh dunia adalah dunia bentukan tata aturan daerah setempat. Dalam tradisi Jawa, seperti dicurhatkan Kartini, perempuan adalah wanita dengan akronim wani ditata alias berani diatur oleh adat istiadat yang lebih banyak merugikan. Sebagai manusia pun perempuan diberi sekat-sekat yang membuatnya seperti robot.

Berbeda dengan Aceh saat hukum Islam menjadi hukum Negara dengan nama Qanun Meukuta Alam. Dalam Qonun, peranan perempuan diatur hingga mereka diberi peluang untuk terlibat dalam lembaga kerajaan. Pada masa pemerintahan Sultanah Safiatuddin (1641-1675), misalnya, majelis mahkamah Rakyat mengadakan perubahan susunan badan legislative, yang terdiri dari 73 orang wakil rakyat, 16 diantaranya adalah perempuan.

kenapa saya menuliskan ini? karena saya ingin menunjukkan, bahwa WANITA MEMILIKI TALENTA YANG SAMA.. Kita harus mengetahui mana yang tugas kita dan mana tugas orang lain. Jadi, silahkan bagi para kawan perempuan untuk memaksimalkan kemampuan dan bakatnya, menuju kemajuan peradaban yang lebih baik. Tunjukkan jati dirimu sebagai Indonesianist sejati!!

Salam hangat..

kang mamad

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

KOMENTAR WAJIB

Followers

About Me

Foto saya
the simple man, nyantey, to the point, terkadang suka hal2 rumit. hobi adventue+camp. talk less do more...